Awalnya, petani bernama Gelgel asal Putung Karangasem, Bali, tidak percaya usaha yang dilakukan bakalan menuai sukses. Pelepasan puluhan anis merah betina di kebunnya ternyata mampu memasok anakan kurang lebih 150 ekor anakan per musim. Hasil ini kini tidak hanya cukup menghidupi keluarganya, lebih dari itu sebidang tanah kebun telah berhasil ia miliki.
Ketidakpercayaan pengembangbiakkan anis di alam juga dirasakan oleh Vicky, yang mensponsori pelepasan anis merah di alam. Vicky sekitar tiga tahun lalu mencoba menangkarkan anis merah di tengah perkebunan salak milik Gelgel sebanyak empat kandang dengan menggunakan bahan besi.
“Empat pasang indukan saya masukkan ke kandang,” papar Vicky. Berselang beberapa minggu, indukan ini mulai kawin. Bahkan ada yang sudah bertelur. Namun, dalam pantauan pasca bertelur, tidak ada satu pun telur yang berhasil menetas. Selidik punya selidik ternyata gangguan predator seperti luak, kucing dan ular menjadi penyebab utama kegagalan tersebut.
“Tampak burung tidak pernah tenang pada malam hari sehingga telurnya yang dieram tidak pernah menetas,” papar Vicky dan Gelgel.
Enam bulan berlalu, Vicky berkesimpulan, sulit untuk mengembang biakkan anis merah merah di tengah perkebunan dalam kondisi di tengah kandang. Walaupun sesungguhnya anis merah tersebut mudah berbiak di dalam kandang, asalkan aman dari gangguan.
Kemudian muncul inisiatif untuk melepaskan anakan anis merah betina be-ring ke alam. “Ide ini sempat tidak diterima oleh Gelgel , tetapi saya harus mencoba mesti berkorban,” ujar Vicky.
Dua setengah tahun yang lalu, betina-betina anis merah anakan yang bagus dikondisikan jinak di rumah yang kebetulan berada di tengah kebun salak seluas 42 are. Piyikan yang sudah akarab dengan Gelgel dan keluarga, dilepas dan diberi makan sentrat setiap pagi sore di atas cabang pohon kopi. Pelepasan anakan betina pertama kali sejumlah 5 ekor. Dari pantauan perkembangan kemudian, ternyata anakan yang dilepas liarkan di kebun, sudah dapat makan sendiri dan tidak meninggalkan areal rumah dan kebun Gelgel. Sebulan kemudian, Gelgel kembali melepas anakan betina 5 ekor. Begitu seterusnya hingga terhitung telah melepas liarkan sekitar 30 ekor anakan anis merah. Anakan-anakan yang mulai tumbuh dewasa, beberapa d iantaranya setiap hari datang mengambil makanan yang disediakan tidak jauh dari rumah Gelgel. Percaya??? Tempat pemberian pakan tersebut hanya berjarak dua meter dari pagar rumah Gegel.
Setahun berlalu, tepatnya pertengahan tahun 2009, Gelgel mulai melihat hasil. Empat sarang anis merah, muncul di kebunnya. Keempat sarang tersebut, betinanya merupakan burung yang pernah dilepas. Hal itu jelas terlihat dari cincin yang ada di kaki-kaki mereka. Sejak itu, Gelgel bisa memetik piyikan anis di kebunnya yang sempat langka beberapa tahun hi gan. Di areal tanahnya, hanya terdapat empat pasang yang bertahan dan berkembang biak, sedangkan betina-betina lainnya lebih memilih menjauh berssma sang jantan. Hal ini dapat dimaklumi karena anis merah jantan memiliki radius wilayah masing-masing yang cukup jauh jaraknya.
Dari pengamatan Gelgel, dalam satu musim, satu pasang indukan dapat berbiak sampai 11 kali dengan rata-rata sekali menetas menghasilkan 3-4 ekor anakan. Selain menuai hasil dari piyikan di kebunnya yang setahun dapat mencapai 150 ekor, Gelgel juga aktif membeli anakan anis di desa-desa terpencil untuk diserahkan ke beberapa agen anis di bali. “Dari hasil ini saya sekarang dapat memiliki kebun,” aku Gelgel. Setelah melihat hasil selama setahun, Gelgel kini tidak canggung-canggung lagi melepas anis merah betina yang sudah jinak. Saat ini setiap betina yang dilepas, Vicky mensupport dana Rp 50.000 per ekor. Sementara pada awalnya, semuanya ditanggung Vicky yang tersohor sebagai seorang agen anis merah di Bali. “Saya begitu antusias mendorong konservasi anis merah di alam, tidak lebih karena tanggung jawab moral setelah mendapatkan hidup juga dari Anis merah.
Memantau Indukan
Untuk memantau pasangan indukan di kebun berbiak atau tidak, cara yang paling ampuh untuk memantau dengan jalan selalu menggantang anis jantan di dekat pakan yang disediakan. Jika anis jantan di dalam sangkar diserang oleh anis jantan alam, itu sebagai pertanda bahwa sudah ada indukan yang bertelur di alam. “Biasanya pejantan yang menyerang anis di sangkar betinanya sedang mengeram telur. Lalu sudah ketahuan menyerang, tinggal membuntuti di mana ia bersarang,” papar Gelgel.
Setiap pagi dan sore, sentrat selalu ditaruh di antara cabang pohon kopi di depat rumah. Pakan tersebut berjarak sekitar 3 meter dari anis merah pancingan. Jika dalam kondisi mengeram biasanya pejantan dan betina akan bergiliran makan di tempat yang disediakan. Namun, dalam kondisi belum nyarang, kedua-duanya akan makan bersama sehingga pejantan tidak agresif menyerang jantan yang terdpat di dalam sangkar. Selain menyedikan pakan sentrat pagi sore, (biasanya indukan akan datang pagi-pagi dan sore hari) Gelgel juga mengkondisikan tanah kebunnya dengan memelihara beberapa ekor sapi.
Di dalam kandang sapi tersebut di taruh ing sehingga cacing begitu banyak tersedia di kebun. Dengan dua jenis pakan yang tersedia cukup, produksl anis di kebunnya ing sehingga cacing begitu banyak tersedia di kebun. Dengan dua jenis pakan yang tersedia cukup, produksi anis merah di kebunnya begitu tinggi. Tidak saja produktifitasnya tinggi juga tampak piyikannya lebih besar dan kuat dari daerah lain yang kurang tersedia pakan. Sarang yang dibuat tidak saja dekat dengan rumah, ada yang berjarak cuma dua meter dari rumah juga ada yang berposisi di bawah atau 1 meter dari tanah. Hal ini karena indukannya yang cenderung jinak sehingga tidak takut berhadapan dengan orang rumahan agar piyikannya lebih berkualitas, Gelgel sengaja memetik hasilnya ketika piyikan mulai bisa melompat. “Kalau melihat tangan langsung loncat baru saya ambil. Hasilnya jauh lebih bagus,” kata Gelgel percaya diri. (Agrobur, Minggu IV, 4 Oktober 2010)
0 komentar:
Posting Komentar